Oleh: Hidayah Muhallim
Aktifitas kampanye yang dilakukan para pasangan kandidat gubernur Sulawesi Selatan dan tim suksesnya masing-masing dalam menghadapi pilkada 5 November 2007 ini nampaknya sangat menarik untuk dicermati. Betapa tidak, bukan hanya keterlibatan massa pendukung yang antusias mengikuti orasi para kandidat dan tim kampanyenya, tetapi juga berita atau liputan langsung berbagai media massa, termasuk komentar para pendukung, penentang, pengeritik ataupun para pengamat independen turut menyemarakkan jalannya kampanye pilkada tersebut.
Patut disyukuri bahwa sejauh ini proses kampanye yang telah berlangsung dapat berjalan dengan aman dan damai. Rasanya, belum terlihat adanya ancaman serius yang dapat menjadi indikasi akan kegagalan pilkada damai tersebut. Kita berharap, mudah-mudahan situasi ini dapat tetap bertahan hingga rampungnya proses pilkada.
Meskipun demikian, kita tidak boleh lengah membiarkan propaganda negatif atau manuver-manuver tidak sehat terus berkembang sehingga dapat mencederai demokrasi dan mengurangi kualitas pilkada. Untuk itu, perlu kiranya semua pihak mawas diri dan mengikuti perkembangan kampanye dan proses pilkada secara seksama.
Propaganda dan Materi Kampanye
Sejauh ini, meskipun seluruh tim pasangan kandidat mengaku puas atas jalannya proses kampanye, tetapi beberapa pihak turut memberikan respon yang sedikit berbeda mengenai hal tersebut. Mereka beranggapan bahwa bobot materi kampanye belum begitu terarah dan menyentuh keinginan masyarakat yang sebenarnya. Bahkan melalui berita dan liputan beberapa media massa dengan mudah ditemukan adanya pasangan kandidat yang cenderung lebih mengedepankan propaganda negatif dan arogansi popularitas ketimbang menyajikan tawaran program-program unggulan yang dapat mereka implementasikan nantinya setelah terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur.
Lantas mengapa hal tersebut dapat terjadi? Sulit untuk memastikan. Tetapi kelihatannya telah terjadi kegamangan persepsi terhadap hakikat kampanye itu sendiri. Padahal, kalau kita mau berlaku bijak, kampanye atau propaganda sebagai sebuah proses politik yang mesti dilakukan oleh setiap pasangan kandidat pada dasarnya bertujuan untuk mengenalkan diri dan menawarkan program-program yang meyakinkan agar mendapatkan simpati massa sebagai calon pemilih. Hanya saja, terkadang tim pasangan kandidat kurang pandai mencari materi kampanye yang berkualitas sehingga mereka dengan mudah terjebak dan terpancing untuk menempuh jalan pintas menyerang tim kandidat lain.
Membeberkan kekurangan dan kelemahan tim pasangan kandidat lain memang lebih mudah dan efektif untuk melumpuhkan mereka dihadapan publik ketimbang bersusah payah menawarkan program-program pilihan yang belum tentu dimengerti dan sesuai dengan kebutuhan real masyarakat. Kedengarannya terlalu naïf, tetapi demikianlah adanya.
Sama sekali kita tidak meragukan kapasitas ketiga pasangan kandidat gubernur untuk memimpin provinsi Sulawesi Selatan lima tahun ke depan, tetapi saat ini terbersit sejumlah tanya, mengapa kampanye negatif cenderung dikembangkan. Sulit menemukan jawaban cepat secara tepat mengenai hal tersebut. Mungkin kita perlu penelitian khusus untuk menemukan jawaban akurat. Tetapi berdasarkan pengamatan, informasi, dan tanggapan dari berbagai lapisan masyarakat, paling tidak ada tiga alasan sementara yang mungkin mendasari berkembangnya kampanye negatif tersebut.
Pertama, adanya ketidak-jelasan program-program yang ditawarkan sejumlah pasangan kandidat sehingga mereka cenderung tidak konsisten dalam penyampaian materi kampanye. Akibatnya, sejumlah tim pasangan kandidat cenderung bersikap reaksioner menanggapi program-program yang diajukan oleh tim pasangan kandidat lainnya.
Kedua, tumbuhnya kegusaran internal dari setiap tim pasangan kandidat jika kandidat lain mendapat simpati lebih dari massa calon pemilih. Sehingga untuk mencegahnya, masing-masing tim pasangan kandidat mencari-cari kekurangan dan kelemahan tim lainnya.
Ketiga, adanya dorongan yang kuat untuk menang atau sebaliknya takut untuk kalah sehingga setiap tim pasangan kandidat berupaya semaksimal mungkin dan akan menggunakan berbagai macam cara untuk mencapai tujuan, apapun bentuknya.
Respon Publik
Pada dasarnya kebanyakan orang tidak akan menakar kapasitas kepemimpinan para kandidat melalui pengenalan diri dan klaim semata. Mereka akan cenderung mengingat janji-janji dan program-program yang ditawarkan para kandidat saat kampanye. Itu pula yang menjadi salah satu pegangan untuk menetapkan pilihan mereka. Publik tidak pula terlalu butuh euporia emosional sesaat ketika sang pemenang pilkada terpilih. Mereka akan menilai gubernur dan wakil gubernur terpilih dengan melihat karya, kinerja, prestasi, dan pemenuhan janji. Hal itu pula yang akan menjadi salah satu indikator kesuksesan pasangan kandidat selama memimpin provinsi Sulawesi Selatan periode 2008-2013.
Karena itu publik sungguh mengharapkan munculnya rancangan program-program unggulan dari setiap pasangan kandidat. Bukan sindiran, caci-maki, atau serangan kontra-produktif yang masyarakat tunggu. Jika sang kandidat gubernur adalah pemimpin kapabel, cerdas, dan layak untuk dipilih, semestinya mereka dapat menampilkan bobot dan kualitas kampanye sebagai bukti awal.
Idealnya, pemimpin berbobot tidak perlu terlalu khawatir untuk kalah lalu menyerang pasangan kandidat lain. Terpilih tidaknya sang kandidat gubernur, terserah apa kehendak rakyat. Untuk itu, tampilkan kualitas, rebut simpati, dan menangkan alam pikiran rakyat. Biarkan rakyat menentukan pemimpin sesuai selera mereka. Bukan karena garangnya sindiran, serangan, dan gasakan antar sesama kandidat. Itu politik rendahan namanya.
Rasionalitas politik tidak mesti berpisah jalan dengan moralitas politik. Keduanya bisa menyatu dalam indahnya demokrasi. Rakyat menantikan pemimpin masa depan, tetapi tolong jangan kecewakan mereka. Jangan sampai ada sesal, rakyat salah pilih.
* * * * * * *
Kamis, 01 November 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar